Pendidikan Steve Biko

Biko menjalani dua tahun di St. Andrews Primary School dan empat tahun di Charles Morgan Higher Primary School, keduanya di Ginsberg.[18] Dianggap sebagai murid yang cerdas, beliau dibolehkan untuk menunda setahun.[19] Pada 1963, beliau pindah ke Forbes Grant Secondary School di kotapraja tersebut.[20] Biko mengambil jurusan matematika dan bahasa Inggeris dan memuncaki peringkat di kelasnya dalam jurusan-jurusan tersebut.[21] Pada 1964, komunitas Ginsberg menawarkannya rawaran untuk menyertai dengan saudaranya Khaya sebagai murid di Lovedale, sebuah sekolah asrama prestisius di Alice, Tanjung Harapan Timur.[22] Dalam tiga bulan kdatangan Steve, Khaya dituduh memiliki hubungan dengan Poqo, angkatan bersenjata dari Kongres Pan Afrikanis (PAC), sebuah kelompok nasionalis Afrika yang dicekal pemerintah. Khaya dan Steve ditangkap dan diperiksa oleh kepolisian; Khaya dihukum, kemudian mengajukan banding.[23] Tak ada bukti jelas dari hubungan Steve dengan Poqo, tetapi beliau dikeluarkan dari Lovedale.[24] Menanggapi keadaan tersebut, beliau berkata: "Aku mulai mengembangkan sikap yang makin menyoroti otoritas ketimbang hal lainnya. Aku benci otoritas seperti halnya neraka."[25]

Dari 1964 sampai 1965, Biko belajar di St. Francis College, sebuah sekolah asrama Katolik di Mariannhill, Natal.[26] Kolese tersebut memiliki budaya politik liberal, dan Biko mengembangkan hati nurani politiknya disana.[27] Beliau menjadi meminati penggantian pemerintah kolonial minoriti kulit putih Afrika Selatan dengan sebuah pemerintahan yang mewakili majoriti orang kulit hitam di negara tersebut.[28] Beberapa pemimpin anti-kolonialis yang menjadi pahlawan Biko pada waktu itu adalah Ahmed Ben Bella dari Aljazair dan Jaramogi Oginga Odinga dari Kenya.[28] Beliau kemudian berkata bahawa sebagian besar "orang politik" dalam keluarganya bersimpati pada PAC, yang memegang gagasan anti-komunis dan rasialis Afrika. Biko memajukan apa yang beliau sebut sebagai "organisasi yang sangat bagus" dari PAC dan mendorong beberapa anggotanya, tetapi beliau tak sepakat dengan kesepakatan eksklusioner rasialnya, meyakini bahawa para anggota seluruh kelompok kaum harus bersatu melawan pemerintah.[29]

Pada Disember 1964, beliau datang ke Zwelitsha untuk acara penyunatan ulwaluko yang secara simbolisnya menandai peralihan dari peringkat kanak-kanak ke dewasa.[30]

Kegiatan pelajar awal: 1966–68

jmpl|ka|Sistem apartheid dari pemisahan rasial diberlakukan di seluruh ranah kehidupan; Biko berniat untuk melengserkannya.

Biko awalnya berminat untuk belajar hukum di universitas, tetapi beberapa orang di sekitarnya tak menyetujuinya, meyakini bahawa hukum terlalu dekat dengan kegiatan politik. Sebagai gantinya, mereka membujuknya untuk memilih jurusan kedokteran, sebuah subyek yang memiliki prospek karier yang lebih baik.[31] Beliau menerima beasiswa,[31] dan pada 1966 masuk seksi "non-Eropa" dari Jurusan Kedokteran Universiti Natal di Wentworth, sebuah kotapraja di Durban.[32] Disana, beliau menyertai dengan apa yang biografernya Xolela Mangcu sebut "sebuah kelompok pelajar kosmopolitan dan tersofistikasi" dari seluruh belahan Afrika Selatan;[33] beberapa orang dari mereka kemudian memegang peran-peran penting dalam era pasca-apartheid.[34] Akhir 1960an adalah hari puncak politik pelajar radikal di seluruh dunia, seperti yang terefleksi dalam unjuk rasa tahun 1968,[35] dan Biko bersemangat untuk melibatkan dirinya sendiri dalam ranah ini.[36] Tak lama setelah beliau datang ke universitas, beliau terpilih pada Dewan Perwakilan Pelajar (Students' Representative Council, SRC).[37]

SRC dari universitas tersebut berafiliasi dengan Uni Pelajar Afrika Selatan Nasional (National Union of South African Students, NUSAS).[38] NUSAS menghimpun keanggotaan multi-rasial namun masih dominan orang kulit putih kerana majoriti pelajar Afrika Selatan berasal dari minoriti orang kulit putih di negara tersebut.[39] Clive Nettleton, seorang pemimpin kulit putih NUSAS, menyatakan: "esensi materi ini adalah bahawa NUSAS didirikan atas inisiatif orang kulit putih, dibiayai oleh uang orang kulit putih dan merefleksikan pendapat majoriti para anggotanya yang merupakan orang kulit putih".[40] NUSAS secara resmi menentang apartheid, tetapi memoderasikan penentangannya dalam rangka mengutamakan dukungan terhadap para murid orang kulit putih konservatif.[41] Biko dan beberapa anggota NUSAS Afrika kulit hitam lainnya tertekan saat badan tersebut menghimpun parta-partai di dormitori-dormitori kulit putih, yang dilarang untuk dimasukki orang Afrika kulit hitam.[42] Pada JUlai 1967, sebuah sidang NUSAS diadakan di Universiti Rhodes, Grahamstown; setelah para murid datang, mereka menemukan bahawa ijin masuk hanya diperuntukkan kepada para delegasi kulit putih dan orang India-Afrika Selatan dan tidak dengan orang Afrika kulit hitam, yang dikatakan bahawa mereka dapat tidur di sebuah gereja lokal. Biko dan para delegasi Afrika kulit hitam lainnya berjalan keluar dari sidang tersebut dengan kemarahan.[43] Biko kemudian mengaitkan bahawa peristiwa tersebut memaksanya untuk berpikir ulang terhadap keyakinannya terhadap kesepakatan multi-rasial pada kegiatan politik:[44]

Aku menyadari bahawa selama waktu panjang, aku memegang seluruh dogma nonrasisme ini hampir seperti sebuah agama ... Namun sepanjang debat tersebut, aku mulai merasa terdapat kurangnya lahan dalam proponen-proponen gagasan nonrasis ... mereka memiliki masalah ini, kau tau, dari superioritas, dan mereka menghambat kami untuk diterima dan menginginkan kami untuk menerima hal-hal yang merupakan kelas dua. Mereka tak dapat menyaksikan kenapa kami tak dapat singgah di gereja tersebut, dan aku mulai rasa bahawa pemahaman kami dari keadaan kami sendiri di negara ini tak selaras dengan orang-orang kulit putih liberal.[45]

Pendirian Organisasi Pelajar Afrika Selatan: 1968–72

Perkembangan SASO

Setelah sidang NUSAS tahun 1968 di Johannesburg, beberapa anggotanya menghadiri sidang JUlai 1968 dari Gerakan Perguruan Tinggi Kristian di Stutterheim. Disana, para anggota Afrika kulit hitam memutuskan untuk mengadakan sebuah sidang Disember untuk membahas pembentukan sebuah kelompok pelajar kulit hitam independen.[46] Organisasi Pelajar Afrika Selatan (South African Students' Organisation, SASO) resmi diluncurkan di sidang JUlai 1969 di Universiti Utara; disana, konstitusi kelompok tersebut dan wadah kebijakan dasar diadopsi.[47] Fokus kelompok tersebut adalah pada kebutuhan untuk kontak antar pusat-pusat kegiatan pelajar kulit hitam, termasuk melalui olahraga, kegiatan kebudayaan, dan kompetisi debat.[48] Meskipun Biko memainkan peran substansial dalam pembentukan SASO, beliau memiliki profil publik rendah pada tahap-tahap awalnya, meyakini bahawa ini akan memperkuat tingkat kepemimpinan keduanya, seperti sekutunya Barney Pityana.[49] Meskipun demikian, beliau terpilih menjadi presiden pertama SASO; Pat Matshaka terpilih menjadi wakil presiden dan Wuila Mashalaba terpiluh menjadi sekretaris.[50] Durban menjadi markas besar de facto-nya.[51]